Berita Terkini

970

Dampak Politik Uang dalam Pemilu dan Pemilihan

Politik uang masih menjadi salah satu persoalan serius dalam setiap penyelenggaraan pemilu dan pemilihan di Indonesia. Praktik ini dilakukan dengan memberikan imbalan berupa uang, barang, atau fasilitas tertentu kepada pemilih agar memilih kandidat atau partai tertentu. Meski dianggap "biasa" oleh sebagian masyarakat, politik uang membawa dampak besar terhadap kualitas demokrasi dan pemerintahan. Dampak Politik Uang  1. Merusak Integritas Pemilu dan Demokrasi Politik uang menggeser nilai demokrasi yang seharusnya berdasarkan pilihan rasional menjadi transaksional. Suara rakyat bukan lagi bentuk partisipasi politik yang matang, tetapi komoditas yang bisa dibeli. Akibatnya: Pemimpin terpilih bukan berdasarkan kualitas, Kepercayaan publik terhadap pemilu menurun, Legitimasi hasil pemilihan menjadi lemah. 2. Melahirkan Pemimpin yang Koruptif Calon yang menggunakan politik uang umumnya mengeluarkan biaya besar selama kampanye. Setelah terpilih, mereka cenderung: Mengembalikan modal kampanye dengan menyalahgunakan jabatan, Membuka peluang kolusi, korupsi, dan nepotisme, Mengabaikan kepentingan rakyat demi kepentingan pribadi atau kelompok. 3. Menghambat Pembangunan dan Pelayanan Publik Ketika pejabat terpilih membeli suara rakyat, perhatian mereka tidak lagi pada pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dampaknya: Program pembangunan tidak tepat sasaran, Dana publik disalahgunakan, Fasilitas umum terbengkalai, Kesejahteraan rakyat tidak menjadi prioritas. 4. Mengikis Moral dan Kesadaran Politik Masyarakat Politik uang menormalisasi praktik yang tidak etis dalam berdemokrasi. Masyarakat menjadi: Apatis terhadap pemilu, Termotivasi memilih bukan karena visi kandidat, tapi imbalan, Menganggap politik sebagai transaksi, bukan tanggung jawab. Dalam jangka panjang, ini merusak karakter bangsa dan partisipasi politik yang sehat. Baca Juga: Mengapa Anda Wajib Mengunjungi FBLB ? 5. Mempersempit Ruang Kompetisi yang Adil Calon dengan modal besar lebih mudah melakukan politik uang, sementara kandidat berintegritas tanpa dana besar tersingkir. Akhirnya: Kompetisi tidak berdasarkan gagasan dan kapasitas, Talenta potensial tidak mendapat ruang, Politik dikuasai elite atau kelompok pemilik modal. 6. Meningkatkan Biaya Politik dan Beban Negara Praktik politik uang mendorong biaya politik semakin tinggi, baik di tingkat legislatif, pilkada, maupun pilpres. Saat calon terpilih: Mengambil keuntungan dari proyek dan anggaran, Membentuk jaringan balas jasa, Membebani negara dan masyarakat secara ekonomi. 7. Mengancam Kedaulatan Rakyat Politik uang mengubah konsep "dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat" menjadi “dari uang, oleh uang, untuk kepentingan pribadi.” Hak suara rakyat kehilangan nilai strategis dan kendali politik berpindah ke tangan pemberi modal. Politik uang bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi ancaman serius bagi masa depan demokrasi. Dampaknya merembet ke kualitas pemimpin, keadilan pembangunan, moral masyarakat, dan stabilitas negara. Karena itu, seluruh elemen—pemilih, penyelenggara, pengawas, partai politik, dan aparat penegak hukum—perlu bersama-sama melawan praktik ini.


Selengkapnya
44

Sengketa Pilkada? Begini Cara dan Syarat Pengajuan ke MK

Dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada), perselisihan hasil suara bisa terjadi karena berbagai faktor, seperti dugaan kecurangan, pelanggaran terstruktur, atau perbedaan perhitungan suara. Jika pasangan calon merasa dirugikan atas hasil penetapan perolehan suara oleh KPU, mereka dapat mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, pengajuan perkara ke MK tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada syarat, prosedur, dan batas waktu yang harus dipenuhi. Apa Itu Sengketa Hasil Pilkada Sengketa hasil Pilkada adalah perselisihan antara peserta pemilihan dengan KPU terkait hasil penetapan suara oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Sengketa ini diajukan ke MK untuk meminta koreksi atau pembatalan hasil suara yang telah ditetapkan. Siapa yang Bisa Mengajukan Sengketa ke MK Hanya pihak berikut yang berhak mengajukan: Pasangan calon peserta Pilkada melalui kuasa hukum atau timnya, Pengajuan dilakukan terhadap keputusan penetapan perolehan suara oleh KPU. Pihak selain itu, seperti partai, masyarakat, atau lembaga lain, tidak bisa menjadi pemohon. Batas Waktu Pengajuan ke MK Permohonan sengketa Pilkada harus diajukan maksimal 3 hari kerja setelah KPU menetapkan hasil perolehan suara secara resmi. Jika melewati batas waktu, MK akan langsung menolak permohonan. Syarat Ambang Batas (Threshold) Selisih Suara Tidak semua selisih suara bisa disengketakan. MK hanya menerima perkara yang memenuhi ketentuan selisih suara maksimal sesuai jumlah penduduk wilayah: Jumlah Penduduk Batas Maksimal Selisih Suara yang Bisa Disengketakan ≤ 250.000 jiwa Maksimal 2% 250.001–500.000 Maksimal 1,5% 500.001–1 juta Maksimal 1% > 1 juta Maksimal 0,5% Jika selisih suara lebih besar dari ambang yang ditentukan, permohonan bisa tidak diterima kecuali ada bukti pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Baca Juga: Mengenal 5 Distrik di Kabupaten Yalimo! Dokumen yang Harus Disiapkan Pengajuan permohonan ke MK harus dilengkapi dokumen berikut: Identitas pasangan calon pemohon Surat kuasa hukum (jika diwakili advokat) Keputusan penetapan hasil suara dari KPU Bukti-bukti pendukung (C1, D-Hasil, foto, video, saksi, dll.) Uraian alasan permohonan yang jelas Batas selisih suara atau pelanggaran TSM Berkas harus disusun dalam bentuk permohonan resmi sesuai format MK. Cara Pengajuan Perkara ke MK Berikut tahapan pengajuan secara umum: 1. Pendaftaran Permohonan Dilakukan secara langsung ke MK atau melalui e-MK Pilkada (jika tersedia), Harus dalam batas waktu yang ditentukan. 2. Pemeriksaan Kelengkapan MK akan memeriksa kelengkapan syarat formil dan materiil permohonan. Jika ada kekurangan, bisa diperbaiki dalam waktu singkat. 3. Pemeriksaan Pendahuluan MK menilai: Legal standing pemohon Alasan permohonan Kesesuaian dengan ambang batas suara 4. Sidang Pembuktian Pemohon dan KPU menghadirkan saksi dan bukti. Pihak terkait seperti Bawaslu juga bisa dihadirkan. 5. Putusan MK Putusan bersifat final dan mengikat, berupa: Menolak permohonan Menerima sebagian atau seluruhnya Memerintahkan pemungutan suara ulang Membatalkan dan menetapkan perolehan baru Apa yang Bisa Jadi Alasan Sengketa? Beberapa alasan yang sering digunakan pemohon: Perbedaan perhitungan suara hasil TPS dengan rekap KPU Penghilangan atau manipulasi suara Politik uang yang terstruktur dan masif Penyalahgunaan kekuasaan oleh petahana Ketidaknetralan aparat atau penyelenggara Pelanggaran proses rekapitulasi Alasan harus disertai bukti kuat, bukan sekadar asumsi. Sengketa hasil Pilkada merupakan mekanisme hukum untuk menjaga keadilan dalam pemilu. Namun, tidak semua ketidakpuasan bisa langsung dibawa ke MK. Hanya perkara yang memenuhi syarat waktu, selisih suara, legal standing, dan bukti pelanggaran yang dapat diproses. Dengan memahami prosedur ini,  Pilkada dapat menempuh jalur konstitusional secara tepat dan bertanggung jawab.


Selengkapnya
148

Pengertian Silog KPU, Bisa Awasi Distribusi Logistik Pemilu

Dalam setiap penyelenggaraan pemilu, distribusi logistik menjadi tahapan krusial yang menentukan kelancaran pemungutan suara di seluruh wilayah Indonesia. Untuk memastikan proses ini berjalan transparan, terpantau, dan tepat waktu, KPU menggunakan sistem bernama Silog. Apa Itu Silog KPU Silog adalah singkatan dari Sistem Informasi Logistik yang dikembangkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sistem ini dirancang untuk memantau dan mengelola seluruh kebutuhan logistik pemilu, mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, hingga distribusi ke setiap daerah. Dengan Silog, KPU dapat melihat secara real-time status logistik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga kecamatan. Fungsi Utama Silog KPU Silog tidak hanya mencatat data, tetapi juga menjadi alat kontrol dan pengawasan. Berikut peran pentingnya: 1. Perencanaan Kebutuhan Logistik Silog membantu mencatat jumlah kebutuhan per wilayah, seperti: Surat suara Kotak suara Bilik suara Formulir C-KWK Segel dan perlengkapan TPS lainnya 2. Monitoring Pengadaan Proses pengadaan logistik yang dilakukan KPU dapat dipantau secara transparan, termasuk vendor, spesifikasi barang, dan jadwal produksi. 3. Pengawasan Distribusi Inilah keunggulan utama Silog. Sistem ini dapat melacak distribusi logistik dari: Tingkat nasional → provinsi Provinsi → kabupaten/kota Kabupaten/kota → PPK dan PPS/TPS Dengan begitu, keterlambatan atau kekurangan bisa segera terdeteksi. 4. Pencatatan Penyimpanan Silog juga mencatat lokasi dan kondisi penyimpanan logistik, termasuk gudang KPU dan subgudang di daerah. 5. Pelaporan Terintegrasi Semua data yang masuk melalui Silog tersusun otomatis dalam bentuk laporan digital yang bisa diakses pejabat terkait. Baca Juga: Dampak Pemilu dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Demokratis Keunggulan Penggunaan Silog Penggunaan Silog memberi banyak manfaat, antara lain: Transparansi tinggi → meminimalisir kebocoran logistik Akurasi data → jumlah logistik sesuai kebutuhan riil TPS Efisiensi waktu dan biaya Pengawasan berjenjang dari pusat hingga daerah Pengendalian distribusi hingga hari H Dengan sistem ini, KPU dapat memastikan tidak ada TPS yang kekurangan surat suara atau perlengkapan penting lainnya. Silog Mendukung Pemilu yang Tepat Waktu dan Tepat Sasaran Distribusi logistik merupakan tahapan sensitif dalam pemilu. Keterlambatan atau salah pengiriman berpotensi menggagalkan pemungutan suara. Melalui Silog, KPU memiliki alat pengawasan yang: Bisa dilihat secara langsung (real-time) Dapat dilaporkan cepat jika ada kendala Membantu koordinasi antar tingkatan penyelenggara Dengan demikian, Silog bukan hanya sistem pencatat, tetapi juga instrumen kendali dan pengawasan distribusi logistik pemilu secara nasional. Silog KPU adalah inovasi penting dalam mendukung kelancaran pemilu di Indonesia. Melalui sistem ini, distribusi logistik dari pusat hingga TPS dapat diawasi dengan baik, sehingga pemilu berjalan aman, efisien, dan tepat waktu.


Selengkapnya
424

Pengertian TMS dalam Pemilu serta Kategorinya

Dalam proses pemutakhiran data dan verifikasi pemilih pada pemilu, salah satu istilah yang sering muncul adalah TMS. Istilah ini sangat penting dipahami oleh penyelenggara pemilu, peserta, maupun masyarakat agar proses pendataan berjalan akurat dan transparan. Apa Itu TMS TMS adalah singkatan dari "Tidak Memenuhi Syarat". Istilah ini digunakan untuk menandai pemilih yang tidak dapat dimasukkan ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) karena tidak memenuhi ketentuan hukum sebagai pemilih. Penetapan status TMS dilakukan oleh penyelenggara pemilu melalui proses coklit (pencocokan dan penelitian) maupun verifikasi administrasi. Tujuannya agar daftar pemilih bersih, valid, dan tidak terjadi data ganda atau penyalahgunaan hak pilih. Kategori Pemilih TMS Secara umum, pemilih dinyatakan TMS jika termasuk dalam salah satu kategori berikut: 1. Meninggal Dunia Pemilih yang sudah wafat akan dicoret dari daftar pemilih agar tidak terjadi data fiktif atau manipulasi suara. 2. Di Bawah Umur Warga negara yang belum berusia 17 tahun pada hari pemungutan suara, kecuali sudah menikah, dikategorikan TMS. 3. Pindah Domisili Pemilih yang sudah berpindah tempat tinggal ke wilayah lain dan tidak lagi berdomisili di TPS sebelumnya. 4. TNI atau Polri Aktif Anggota TNI dan Polri yang masih aktif tidak memiliki hak pilih, sehingga masuk kategori TMS. 5. Hak Pilih Dicabut oleh Pengadilan Seseorang yang sedang menjalani hukuman atau hak politiknya dicabut berdasarkan putusan pengadilan. 6. Dobel atau Data Ganda Pemilih yang terdaftar lebih dari sekali (misalnya di dua TPS atau dua desa) akan dicoret satu atau seluruhnya sesuai fakta. 7. Tidak Dikenal atau Tidak Ditemukan Nama yang terdaftar tetapi fisiknya tidak ada, alamatnya tidak jelas, atau tidak dapat diverifikasi keabsahannya. 8. Pemilih Berkewarganegaraan Asing Orang asing yang tidak memiliki kewarganegaraan Indonesia otomatis dinyatakan TMS. 9. Tidak Lagi Berdomisili di Wilayah Tersebut Pemilih yang sudah pindah namun tidak mengurus perpindahan data (A5, domisili, atau pindah TPS). Baca Juga: Apa itu Partai Politik? Tujuan, Fungsi, dan Dasar Hukumnya di Indonesia Mengapa Penetapan TMS Penting Penandaan TMS dilakukan untuk memastikan bahwa: Daftar pemilih bersih dan akurat Tidak ada pemilih fiktif atau ganda Hak pilih diberikan kepada warga negara yang sah Potensi kecurangan dapat diminimalisir DPT sesuai dengan kondisi riil di lapangan TMS bukan berarti menghilangkan hak seseorang secara sewenang-wenang, melainkan bagian dari penertiban data pemilih sesuai aturan. Jika ada pemilih yang merasa keliru dimasukkan sebagai TMS, mereka masih dapat mengajukan keberatan melalui KPU atau PPS setempat sesuai tahapan yang berlaku.


Selengkapnya
73

Cara Urus Pindah TPS, Pemilih Bisa Mencoblos di Tempat Domisili

Bagi pemilih yang tidak bisa menggunakan hak pilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) asal karena alasan tertentu, KPU memberikan fasilitas pindah memilih melalui mekanisme Formulir A-Surat Pindah Memilih (A.5). Dengan fasilitas ini, pemilih tetap bisa mencoblos di TPS yang dekat dengan domisili atau lokasi aktivitasnya saat hari pemungutan suara. Siapa yang Bisa Mengajukan Pindah TPS? Pemilih dapat mengurus pindah TPS jika mengalami salah satu kondisi berikut: Tugas kerja atau dinas di luar domisili KTP Menempuh pendidikan Menjalani rawat inap atau pendampingan pasien Pindah domisili sementara atau tetap Menjalani tahanan atau rehabilitasi Bencana alam atau keadaan darurat lainnya Dokumen yang Perlu Dibawa Untuk mengurus pindah memilih, siapkan: KTP-el atau surat keterangan (suket) Bukti alasan pindah (jika diminta), seperti: Surat tugas Kartu pelajar/keterangan kuliah Bukti rawat inap Surat domisili atau perpindahan Surat keterangan lembaga hukum (jika ditahan) Cara Mengurus Pindah TPS Berikut langkah-langkahnya: Datang ke KPU/KPPS/PPS/PPK sesuai domisili atau tujuan pindah. Bisa ke KPU Kabupaten/Kota asal atau tujuan. Sampaikan niat pindah memilih. Petugas akan mencocokkan data dalam DPT. Lengkapi persyaratan. Tunjukkan identitas dan bukti alasan pindah. Terima Formulir A.5. Bukti resmi bahwa Anda pindah memilih. Cek lokasi TPS baru. Petugas akan menginformasikan TPS tujuan yang sesuai. Baca Juga: Panwascam (Panwaslu Kecamatan) :Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Lengkap Batas Waktu Pengurusan Pengurusan pindah memilih biasanya dapat dilakukan hingga H-30 sebelum hari pemungutan suara, namun mengikuti jadwal resmi KPU setiap pemilu/pilkada. Semakin cepat mengurusnya, semakin baik agar tidak kehabisan kuota di TPS tujuan. Hak Suara Saat Pindah TPS Pemilih pindahan tetap bisa mencoblos, namun jenis surat suara bisa berbeda tergantung wilayah pindah: Masih satu kabupaten/kota dan provinsi: surat suara lengkap. Pindah lintas kabupaten dalam satu provinsi: hak suara tertentu tetap tersedia. Pindah ke luar provinsi: kemungkinan hanya dapat memilih presiden. Tips Agar Tidak Terkendala Urus sebelum batas waktu Pastikan data di DPT sudah benar Simpan formulir A.5 dengan baik Datang tepat waktu saat hari pemungutan suara Mengurus pindah TPS adalah hak setiap pemilih yang mengalami hambatan mencoblos di TPS asal. Dengan membawa identitas dan melapor ke penyelenggara pemilu, pemilih bisa tetap menyalurkan hak suara di lokasi tempat tinggal atau aktivitasnya pada hari pemungutan suara.  


Selengkapnya
388

Mengenal PPL (Pengawas Pemilu Lapangan): Tugas, Wewenang dan Perannya di Desa

‎Dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) maupun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), pengawasan menjadi salah satu aspek penting untuk menjaga agar proses demokrasi berjalan jujur, adil, dan transparan. ‎Salah satu unsur penting dalam jajaran pengawas di tingkat bawah adalah PPL (Panwaslu Lapangan). ‎Lalu, apa sebenarnya PPL itu, dan bagaimana perannya dalam sistem pengawasan Pemilu di Indonesia? ‎Pengertian PPL ‎PPL (Panwaslu Lapangan) adalah pengawas pemilu yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan (atau Panwas Distrik) untuk mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu di wilayah desa, kelurahan, atau kampung. ‎ ‎PPL merupakan bagian dari struktur pengawasan yang berada di bawah koordinasi langsung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melalui jenjang kelembagaan Panwaslu Kecamatan dan Panwaslu Kabupaten/Kota. ‎ ‎PPL berperan sebagai ujung tombak pengawasan yang berinteraksi langsung dengan masyarakat di tingkat akar rumput (desa atau kelurahan), memastikan semua proses pemilu di wilayahnya berjalan sesuai ketentuan. ‎Dasar Hukum PPL ‎Keberadaan dan tugas PPL memiliki landasan hukum yang kuat, diatur dalam beberapa peraturan, antara lain: ‎ 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Mengatur struktur kelembagaan pengawasan pemilu hingga tingkat paling bawah. 2. Peraturan Bawaslu Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Pembentukan, Pemberhentian, dan Pergantian Antarwaktu Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, dan Pengawas TPS. ‎3. Peraturan Bawaslu tentang Pengawasan Pemilu dan Penanganan Pelanggaran Mengatur secara teknis tugas, wewenang, dan tanggung jawab pengawas di lapangan. ‎ ‎Dengan dasar hukum tersebut, PPL memiliki legitimasi resmi sebagai pelaksana fungsi pengawasan di tingkat desa/kelurahan. ‎Tugas dan Wewenang PPL Sebagai bagian dari struktur pengawasan pemilu, PPL memiliki tugas dan wewenang utama untuk memastikan seluruh tahapan pemilu berjalan sesuai aturan. Berikut di antaranya: ‎ ‎Tugas PPL: ‎1. Mengawasi seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu di wilayah desa/kelurahan. ‎2. Mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran pemilu sesuai dengan ketentuan. ‎3. Mengawasi distribusi logistik pemilu di wilayah pengawasan. ‎4. Memantau pelaksanaan kampanye, netralitas aparatur desa, serta kegiatan peserta pemilu. ‎5. Mengawasi daftar pemilih tetap (DPT) dan memastikan tidak ada pemilih ganda atau yang tidak memenuhi syarat. ‎6. Melakukan koordinasi dan pelaporan kepada Panwaslu Kecamatan mengenai hasil pengawasan di wilayahnya. ‎ ‎Wewenang PPL: ‎1. Menyampaikan peringatan kepada pihak yang diduga melakukan pelanggaran. ‎2. Menerima laporan dugaan pelanggaran dari masyarakat. ‎3. Merekomendasikan hasil pengawasan kepada Panwaslu Kecamatan untuk ditindaklanjuti. ‎4. Mengamankan dokumen dan data yang berkaitan dengan pelanggaran pemilu di wilayah kerjanya. Baca Juga: Berapa Gaji PTPS? Ini Penjelasan Lengkap Tugas dan Kewajibannya di TPS ‎Hubungan PPL dengan Lembaga Pengawas Pemilu Lainnya ‎PPL merupakan bagian dari struktur vertikal pengawasan pemilu yang berjenjang mulai dari tingkat pusat hingga TPS. Hubungan ini bersifat koordinatif dan hierarkis, dengan rincian sebagai berikut: ‎ 1. ‎Bawaslu RI  Pengawas tertinggi di tingkat nasional. 2. ‎Bawaslu Provinsi  Mengawasi pelaksanaan pengawasan di tingkat provinsi. 3. ‎Bawaslu Kabupaten/Kota Membina dan mengoordinasikan Panwaslu Kecamatan. 4. ‎Panwaslu Kecamatan (atau Panwas Distrik) Membina dan mengawasi kinerja PPL. ‎5. ‎PPL (Panwaslu Lapangan) Bertugas di tingkat kelurahan/desa/kampung, mengawasi seluruh tahapan di wilayahnya. ‎6. ‎PTPS (Pengawas TPS) Berada di bawah koordinasi PPL, khusus mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. ‎ ‎Dengan demikian, PPL berperan sebagai jembatan pengawasan antara Panwaslu Kecamatan dan PTPS, memastikan arus koordinasi, informasi, serta laporan pengawasan berjalan lancar. ‎Peran Penting PPL dalam Menjaga Kualitas Pemilu ‎PPL merupakan garda terdepan dalam menjaga kemurnian suara rakyat di tingkat desa atau kelurahan. Melalui pengawasan yang aktif, PPL membantu mencegah terjadinya pelanggaran seperti politik uang, kampanye terselubung, atau penyalahgunaan kewenangan oleh pihak tertentu. ‎ ‎Selain itu, PPL juga menjadi sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat agar lebih sadar terhadap pentingnya Pemilu yang bersih dan berintegritas.


Selengkapnya