Berita Terkini

98

Kejahatan Pidana Pemilu: Mengapa Harus Dihindari dan Apa Saja Bentuknya?

Wamena - Halo Sobat Pemilih, Pemilihan Umum (Pemilu) adalah pesta demokrasi yang bertujuan memilih pemimpin dan wakil rakyat secara jujur dan adil. Namun, di tengah proses ini, ada saja tindakan curang yang melanggar hukum, yang kita kenal sebagai Tindak Pidana Pemilu. Tindak Pidana Pemilu adalah perbuatan yang melanggar aturan dalam Undang-Undang Pemilu dan pelakunya bisa diancam hukuman pidana seperti penjara atau denda. Tindakan ini merusak kemurnian suara rakyat dan integritas demokrasi. Siapa Saja yang Bisa Melakukan Kejahatan Ini? Pelaku Tindak Pidana Pemilu tidak hanya terbatas pada peserta Pemilu saja. Siapa pun bisa terlibat, termasuk:  * Peserta Pemilu (calon, partai politik, tim kampanye).  * Penyelenggara Pemilu (anggota KPU, Bawaslu, PPK, PPS, KPPS).  * Pejabat Negara atau ASN (Aparatur Sipil Negara).  * Setiap Orang (masyarakat umum atau pemilih). Bentuk-Bentuk Kejahatan Pidana Pemilu yang Paling Umum Tindak pidana pemilu dapat terjadi di berbagai tahapan, mulai dari persiapan hingga penghitungan suara. Berikut beberapa jenis kejahatan pidana pemilu yang sering terjadi dan mudah dipahami: 1. Politik Uang (Money Politics) Ini adalah kejahatan yang paling sering dibahas.  * Bentuk: Memberi atau menjanjikan uang, barang, atau imbalan lain kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya (golput) atau memilih salah satu peserta Pemilu tertentu.  * Penting: Baik pemberi maupun penerima uang/imbalan tersebut sama-sama bisa dijerat pidana. 2. Pelanggaran Kampanye Beberapa aturan kampanye yang jika dilanggar bisa menjadi pidana:  * Kampanye di Luar Jadwal: Melakukan kegiatan kampanye pada masa tenang atau di luar waktu yang telah ditetapkan.  * Menggunakan Fasilitas Negara: Pejabat atau calon menggunakan fasilitas kantor/negara (mobil dinas, ruangan kantor, dll.) untuk kepentingan kampanye.  * Mengganggu Kampanye Lain: Dengan sengaja mengacaukan, menghalangi, atau merusak jalannya kampanye peserta Pemilu lain. 3. Pemalsuan Data dan Hak Pilih Kejahatan ini bertujuan memanipulasi data untuk keuntungan pribadi atau kelompok:  * Memalsukan Identitas: Mengaku sebagai orang lain saat pemungutan suara untuk memilih lebih dari satu kali.  * Menghilangkan Hak Pilih: Sengaja menyebabkan orang lain (yang berhak) tidak bisa menggunakan hak pilihnya (misalnya, menghapus dari daftar pemilih tanpa alasan).  * Keterangan Palsu di Daftar Pemilih: Memberikan keterangan yang tidak benar tentang diri sendiri atau orang lain saat pengisian daftar pemilih. 4. Kecurangan Pemungutan dan Penghitungan Suara Ini biasanya melibatkan petugas atau pihak yang berupaya mengubah hasil suara:  * Mengubah Hasil: Sengaja merusak, mengubah, atau memalsukan surat suara, Berita Acara (BA) hasil penghitungan suara, atau sertifikat hasil Pemilu.  * Memberitahu Pilihan Pemilih: Petugas KPPS/pihak lain membantu pemilih mencoblos dan memberitahukan pilihan si pemilih kepada orang lain (melanggar asas kerahasiaan).  * Memberikan Suara Lebih dari Satu Kali: Mencoblos di lebih dari satu Tempat Pemungutan Suara (TPS). 5. Netralitas Pejabat Negara/ASN  * Penyalahgunaan Jabatan: Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau ASN sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu. Proses Hukum Tindak Pidana Pemilu Jika terjadi dugaan Tindak Pidana Pemilu, prosesnya tidak sama dengan kasus pidana biasa.  * Laporan: Masyarakat dapat melaporkan dugaan pelanggaran ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu).  * Penanganan Terpadu (Gakkumdu): Kasus tindak pidana Pemilu akan ditangani oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan.  * Pengadilan: Kasus yang memenuhi syarat akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri untuk diadili. Proses pengadilan ini harus dilakukan dalam waktu yang singkat (cepat). Ancaman Sanksi: Sanksi untuk Tindak Pidana Pemilu bervariasi, mulai dari pidana denda (jutaan hingga ratusan juta rupiah) hingga pidana kurungan atau penjara (beberapa bulan hingga beberapa tahun), terga


Selengkapnya
448

Sejarah KORPRI: Dulu dan Kini, Mengapa Pegawai Harus Bersatu?

Wamena- Halo Sobat Pemilih Setiap tanggal 29 November, kita merayakan Hari Ulang Tahun Korps Pegawai Republik Indonesia atau yang disingkat KORPRI. Organisasi ini adalah wadah tunggal yang menyatukan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun, tahukah kamu kenapa organisasi ini harus dibentuk? Jawabannya ada pada situasi politik di masa lalu. 1. Masalah Sebelum KORPRI: Pegawai Terpecah Belah Sebelum KORPRI lahir pada tahun 1971, situasi di pemerintahan (birokrasi) Indonesia sedang tidak baik-baik saja:  * PNS Masuk Politik: Di masa Demokrasi Liberal (sekitar 1950-an) hingga Demokrasi Terpimpin (sekitar 1960-an), banyak pegawai negeri yang ikut terlibat dan menjadi anggota partai politik.  * Loyalitas Ganda: Ketika PNS aktif di politik, loyalitas mereka terbagi. Mereka tidak hanya loyal kepada negara dan masyarakat, tetapi juga kepada kepentingan partai politik mereka.  * Kacau: Akibatnya, sistem pemerintahan menjadi kacau. Jabatan sering diberikan berdasarkan siapa kawan partai, bukan siapa yang kompeten. Pelayanan kepada masyarakat pun terganggu. Pemerintah saat itu menyadari, negara butuh pegawai yang fokus bekerja dan netral dari politik agar pembangunan bisa berjalan. Baca Juga : Memahami Dasar Hukum Kejahatan Pemilu: Kenapa Kecurangan Bisa Dipenjara? 2. Kelahiran KORPRI: Wadah Penyatuan (29 November 1971) Untuk mengatasi kekacauan ini, pemerintah era Orde Baru mengambil langkah tegas:  * Kelahiran Resmi: Pada 29 November 1971, Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 82 Tahun 1971 yang menjadi dasar berdirinya KORPRI.  * Tujuan Awal KORPRI:    * Wadah Tunggal: KORPRI menjadi satu-satunya organisasi yang menghimpun dan membina seluruh Pegawai Republik Indonesia di luar kegiatan dinas mereka.    * Netralitas: Memastikan pegawai negeri dapat bekerja secara profesional dan netral, tidak lagi dipecah belah oleh kepentingan partai.    * Stabilitas: Menjaga stabilitas politik dan sosial yang dinamis di Indonesia. Sejak saat itu, KORPRI menjadi simbol persatuan pegawai dan alat utama pemerintah dalam menyukseskan program-program negara. 3. Transformasi Pasca-Reformasi: Menjadi Korps Profesi (Era Sekarang) Setelah reformasi tahun 1998, KORPRI harus menyesuaikan diri dengan tuntutan demokrasi. Tuntutan agar KORPRI benar-benar netral semakin kuat.  * Fokus Berubah: KORPRI bertransformasi dari organisasi yang sangat lekat dengan kekuasaan menjadi Korps Profesi Aparatur Sipil Negara (ASN).  * Landasan Baru: Perubahan ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.  * Fungsi KORPRI Masa Kini:    * Penjaga Etika: Menjaga kode etik, moral, dan standar profesionalisme ASN.    * Perlindungan: Memberikan perlindungan hukum dan memperjuangkan kesejahteraan anggota.    * Pemersatu: Menumbuhkan "Jiwa Korsa" (semangat persatuan) di kalangan ASN sebagai perekat bangsa. Tahun Peristiwa Penting Inti Masalah/Tujuan Sebelum 1971  PNS terbagi-bagi karena pengaruh partai politik. Birokrasi tidak stabil dan tidak profesional. 29 November 1971 KORPRI Resmi Didirikan (dengan Keppres No. 82/1971). | Menyatukan semua pegawai dalam satu wadah tunggal. Pasca 1998 KORPRI bertransformasi menjadi Korps Profesi ASN. Menjamin netralitas, profesionalisme, dan menjaga kode etik. Jadi, KORPRI ada karena negara membutuhkan pelayan publik yang bersatu, profesional, dan hanya loyal kepada Pancasila, UUD 1945, dan kepentingan masyarakat. Inilah inti dari sejarah terbentuknya KORPRI.


Selengkapnya
169

Memahami Dasar Hukum Kejahatan Pemilu: Kenapa Kecurangan Bisa Dipenjara?

Wamena - halo Sobat Pemilih,Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses suci dalam demokrasi. Agar hasilnya benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, semua kecurangan atau kejahatan harus dilarang. Pelarangan inilah yang diatur secara resmi dalam Dasar Hukum atau peraturan perundang-undangan. Jadi, ketika seseorang melakukan "Tindak Pidana Pemilu," artinya dia melanggar aturan yang sudah tertulis di dalam undang-undang, dan karena itu, dia bisa diproses hukum. 1. Payung Hukum Utama: UU Pemilu Dasar hukum utama yang mengatur segala hal tentang kejahatan Pemilu adalah: - Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu 2017) Undang-Undang inilah yang secara khusus memuat daftar panjang perbuatan apa saja yang masuk kategori kejahatan Pemilu, siapa pelakunya, dan apa ancaman hukumannya. Kenapa UU ini Penting?  * Asas Legalitas: Dalam hukum pidana (termasuk pidana Pemilu), berlaku asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang berarti "tidak ada kejahatan tanpa undang-undang yang mengaturnya." UU Pemilu 2017 adalah payung hukum yang menentukan bahwa perbuatan curang dalam Pemilu adalah tindak pidana.  * Kumpulan Pasal Pidana: Buku Kelima, Bab I hingga Bab XXIX (Pasal 488 sampai Pasal 554) UU Pemilu 2017, secara khusus mengatur tentang Tindak Pidana Pemilu. Baca Juga : Aturan Main PAW: Dari Mana Dasar Hukum Pergantian Anggota Dewan? 2. Pasal "Bintang Lima" yang Paling Sering Dilanggar Dari puluhan pasal pidana dalam UU Pemilu, ada beberapa yang paling sering menjadi dasar untuk menjerat pelaku kecurangan: Pasal Penting | Perbuatan yang Dilarang (Inti Kejahatan) Pasal 515 = Politik Uang (Memberi atau menjanjikan uang/materi lain kepada pemilih agar memilih/tidak memilih peserta tertentu). Pasal 493 = Pelanggaran Kampanye (Melakukan kampanye di tempat terlarang, seperti tempat ibadah, fasilitas pemerintah, atau tempat pendidikan).  Pasal 532 = Kecurangan Petugas Pemilu (Petugas sengaja mengubah, merusak, atau menghilangkan hasil penghitungan suara/dokumen penting Pemilu). Pasal 516 = Memilih Lebih dari Satu Kali (Setiap orang yang sengaja mencoblos lebih dari satu kali di TPS mana pun).  Pasal 490 = Netralitas Pejabat (Pejabat negara/ASN/Kepala Desa yang sengaja membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu).  Pasal 510 = Menghalangi Hak Pilih (Sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya).  Penting untuk Dicatat: Setiap pasal ini memiliki ancaman hukuman berupa penjara/kurungan dan denda yang berbeda-beda, sesuai dengan tingkat keseriusan kejahatan yang dilakukan. 3. Aturan Pelengkap Proses Hukum Selain UU Pemilu sebagai sumber hukum materil (yang menentukan apa itu kejahatan), ada juga aturan hukum formil (yang menentukan bagaimana proses hukumnya berjalan):  * Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP): Digunakan sebagai pedoman umum dalam penyelidikan, penyidikan, dan persidangan, kecuali ada aturan khusus di UU Pemilu.  * Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) tentang Tindak Pidana Pemilu: Aturan tambahan yang dikeluarkan Mahkamah Agung untuk mengatur detail cara hakim memeriksa dan mengadili kasus pidana Pemilu. Ini diperlukan karena kasus Pemilu harus diputus dalam waktu yang sangat singkat (cepat).


Selengkapnya
176

Aturan Main PAW: Dari Mana Dasar Hukum Pergantian Anggota Dewan?

Wamena -  Sobat Pemilih Pergantian Antar Waktu (PAW) adalah proses serius yang tidak bisa dilakukan sembarangan. Proses ini harus punya landasan hukum yang kuat. Di Indonesia, dasar hukum PAW diatur dalam beberapa tingkatan, mulai dari Undang-Undang hingga Peraturan KPU. Berikut adalah rangkuman dasar hukum PAW yang paling utama: 1. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945: Landasan Utama Semua peraturan di Indonesia harus tunduk pada UUD 1945. Meskipun tidak menyebutkan PAW secara rinci, UUD 1945 memberikan dasar konstitusional bagi adanya lembaga perwakilan (DPR, DPD, DPRD) dan aturan tentang bagaimana anggota dewan dapat diberhentikan. Ini menjamin bahwa kursi di lembaga perwakilan selalu terisi, menjaga jalannya pemerintahan dan perwakilan rakyat. Baca Juga : Apa Itu PAW? Mengenal Proses Ganti Anggota Dewan di Tengah Jalan 2. Undang-Undang (UU) yang Mengatur Lembaga Negara Secara teknis, PAW diatur dalam undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan lembaga perwakilan. Saat ini, UU yang paling relevan adalah: A. UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, yang sudah diubah beberapa kali) Inti Aturan: UU ini adalah "kitab hukum" utama tentang lembaga perwakilan. Di dalamnya dijelaskan secara rinci kapan seorang anggota dewan dinyatakan berhenti di tengah masa jabatan. Contoh Kasus: UU inilah yang menyebutkan bahwa anggota dewan berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan oleh partai. B. UU tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) (Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017) Inti Aturan: UU ini mengatur seluruh proses pemilu, termasuk bagaimana hasil pemilu digunakan untuk menentukan siapa yang berhak menjadi calon pengganti PAW. Contoh Kasus: UU ini menegaskan bahwa calon pengganti harus diambil dari Daftar Calon Tetap (DCT) di Dapil yang sama dan dari Partai yang sama, berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya. 3. Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Undang-Undang hanya mengatur secara garis besar. Untuk detail pelaksanaannya, KPU mengeluarkan aturan yang disebut Peraturan KPU (PKPU). A. PKPU tentang PAW (Contoh: Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2017 dan perubahannya) Inti Aturan: PKPU ini adalah panduan teknis bagi KPU dan partai politik. Di dalamnya diatur secara detail langkah-langkah dan prosedur yang harus dilalui dalam proses PAW. Contoh Kasus: PKPU mengatur berapa lama waktu yang dibutuhkan KPU untuk memverifikasi dokumen PAW, jenis dokumen apa saja yang harus disiapkan, hingga tata cara pengajuan usulan dari pimpinan dewan kepada KPU.


Selengkapnya
314

Apa Itu PAW? Mengenal Proses Ganti Anggota Dewan di Tengah Jalan

Wamena - Halo Sobat pemilih anda mungkin pernah mendengar istilah PAW atau Pergantian Antar Waktu di berita. Ini adalah istilah yang sering dipakai di dunia politik, terutama jika ada anggota DPR, DPD, atau DPRD yang tiba-tiba berhenti dari jabatannya sebelum masa jabatan mereka selesai. Mari kita bahas apa sebenarnya PAW itu dan mengapa hal ini terjadi. Inti Pengertian PAW PAW adalah proses resmi untuk mengganti anggota dewan yang kosong dengan anggota baru di tengah masa jabatan mereka (sebelum periode 5 tahun selesai). Anggaplah begini: Sebuah tim sedang bertanding, lalu salah satu pemainnya harus keluar lapangan. PAW adalah proses memasukkan pemain cadangan untuk mengisi tempat yang kosong tersebut. Mengapa Kursi Dewan Bisa Kosong (Alasan PAW) ? Anggota dewan bisa berhenti di tengah jalan dan membuat kursinya kosong karena beberapa alasan utama, yaitu:  * Meninggal Dunia: Anggota dewan wafat.  * Mengundurkan Diri: Anggota dewan mengajukan surat berhenti atas kemauan sendiri, misalnya karena alasan kesehatan atau ingin fokus pada kegiatan lain.  * Diberhentikan: Ini bisa terjadi karena beberapa sebab, yang paling umum adalah:    * Pindah Partai: Anggota dewan pindah ke partai lain.    * Majunya di Pilkada: Anggota dewan mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Wali Kota).    * Melanggar Aturan Berat: Seperti terlibat kasus pidana yang sudah diputus pengadilan (korupsi, dll.) atau melanggar kode etik dewan. Baca Juga : Pengertian Politik Dinasti: Dampak dan Regulasi Siapa yang Menggantikan? Jika kursi dewan kosong, siapakah yang berhak menggantikannya? KPU sudah mengatur ini dengan jelas: Calon pengganti adalah orang yang berada di urutan berikutnya dalam daftar calon dari Partai Politik yang sama dan dari Daerah Pemilihan (Dapil) yang sama pada Pemilu sebelumnya. -Contoh Sederhana: Di Dapil A, Partai X mendapatkan satu kursi, yang diduduki oleh Calon Nomor Urut 1 (sebut saja Ibu Ani). Jika Ibu Ani mengundurkan diri, maka yang berhak menggantikannya adalah Calon Nomor Urut 2 dari Partai X di Dapil A (yang memperoleh suara terbanyak kedua). Peran KPU dalam PAW KPU memiliki peran yang sangat penting dalam proses PAW, yaitu sebagai pihak yang memverifikasi. KPU akan memastikan bahwa:  * Surat usulan PAW sudah benar dan sesuai aturan.  * Calon pengganti yang diajukan oleh partai adalah benar-benar orang yang berada di urutan suara terbanyak berikutnya.  * Calon pengganti tersebut memenuhi semua syarat (misalnya tidak sedang menjadi PNS, TNI/Polri, atau terlibat kasus hukum). Intinya: KPU memastikan bahwa PAW dilakukan secara sah, adil, dan transparan sesuai data hasil Pemilu yang mereka miliki.


Selengkapnya
50

Makna dan Nilai yang Terkandung Lagu Semangat Pengawal Demokrasi

Lagu Semangat Pengawal Demokrasi memiliki pesan moral yang kuat bagi seluruh jajaran penyelenggara pemilu maupun masyarakat umum. Berikut makna yang terkandung dalam setiap bagiannya: “Menjaga suara rakyat Indonesia” → Menunjukkan komitmen untuk menjaga kemurnian hasil pemilu sebagai cerminan kehendak rakyat. “Tegakkan demokrasi dengan sepenuh hati” → Mengandung arti bahwa tugas penyelenggara pemilu bukan hanya administratif, tetapi juga moral dan tanggung jawab terhadap bangsa. “Menjunjung tinggi nilai kejujuran” → Menggambarkan prinsip dasar integritas dan netralitas yang wajib dijaga oleh seluruh jajaran KPU dan pengawas pemilu. “Mari bersama kita kawal suara rakyat” → Menyerukan pentingnya sinergi antara lembaga penyelenggara dan masyarakat untuk menjaga keadilan pemilu. “Kita pengawal demokrasi bangsa” → Menegaskan bahwa seluruh penyelenggara pemilu adalah penjaga tegaknya kedaulatan rakyat melalui pemilihan yang bebas dan adil. Baca juga: Apa Itu Meritokrasi dan Mengapa Penting bagi Demokrasi Modern


Selengkapnya