Berita Terkini

4418

Prinsip Good Governance serta Prinsip, Penerapan, dan Tantangan

Pengertian Good Governance Good Governance atau tata kelola pemerintahan yang baik adalah konsep penyelenggaraan pemerintahan yang menjunjung tinggi prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan supremasi hukum untuk mewujudkan pelayanan publik yang efektif, efisien, serta berorientasi pada kepentingan masyarakat. Istilah ini banyak digunakan dalam konteks reformasi birokrasi dan pembangunan nasional. Menurut UNDP (United Nations Development Programme), good governance merupakan proses dan struktur politik, ekonomi, serta administratif yang digunakan dalam mengelola urusan negara pada semua tingkatan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip-Prinsip Good Governance Berbagai lembaga internasional dan nasional merumuskan prinsip-prinsip good governance. Secara umum, terdapat sembilan prinsip utama yang menjadi acuan dalam pelaksanaannya: Partisipasi (Participation) Masyarakat memiliki hak dan kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan publik, baik secara langsung maupun melalui perwakilan. Penegakan Hukum (Rule of Law) Pemerintah wajib menegakkan hukum secara adil tanpa pandang bulu, menjamin hak asasi manusia, serta mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Transparansi (Transparency) Setiap kebijakan dan proses pemerintahan harus terbuka, dapat diakses oleh masyarakat, dan mudah dipahami. Responsivitas (Responsiveness) Pemerintah harus cepat tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat dengan pelayanan publik yang efisien dan tepat sasaran. Konsensus (Consensus Orientation) Pengambilan keputusan dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan dan mencari solusi terbaik yang dapat diterima semua pihak. Keadilan dan Inklusivitas (Equity and Inclusiveness) Semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan menikmati hasil pembangunan tanpa diskriminasi. Efektivitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency) Pengelolaan sumber daya publik harus dilakukan seoptimal mungkin untuk mencapai hasil yang maksimal dengan biaya yang minimal. Akuntabilitas (Accountability) Setiap pejabat publik dan lembaga pemerintahan bertanggung jawab atas kebijakan, tindakan, dan penggunaan anggaran yang dilaksanakan. Visi Strategis (Strategic Vision) Pemerintah harus memiliki pandangan jangka panjang yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan dan kepentingan generasi mendatang. Penerapan Good Governance di Indonesia Pemerintah Indonesia telah berupaya menerapkan prinsip good governance dalam berbagai sektor. Beberapa langkah nyata yang dilakukan antara lain: Reformasi Birokrasi Dilakukan untuk menciptakan aparatur negara yang profesional, bersih, dan melayani masyarakat dengan baik. Transparansi Anggaran Melalui sistem seperti e-budgeting dan e-procurement untuk mencegah korupsi serta meningkatkan kepercayaan publik. Pelayanan Publik Berbasis Digital Diterapkan lewat inovasi seperti Online Single Submission (OSS), Lapor.go.id, dan portal pelayanan terpadu. Keterlibatan Masyarakat Dalam proses perencanaan pembangunan (musrenbang) dan pengawasan kebijakan publik. Penguatan Lembaga Pengawas Seperti KPK, Ombudsman, dan BPK untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi lembaga pemerintahan. Baca Juga: Pengertian Politik Dinasti: Dampak dan Regulasi Tantangan dalam Mewujudkan Good Governance Meski konsep good governance terus didorong, penerapannya masih menghadapi berbagai hambatan, antara lain: Korupsi dan Kolusi yang Masih Marak Praktik KKN menghambat transparansi dan menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Kurangnya Partisipasi Masyarakat Banyak warga yang belum aktif terlibat dalam proses pengawasan maupun pengambilan keputusan publik. Birokrasi yang Rumit dan Lambat Prosedur administrasi yang panjang sering kali menghambat efektivitas pelayanan publik. Keterbatasan Sumber Daya Manusia Masih ada aparatur yang belum memiliki kompetensi dan integritas sesuai tuntutan reformasi birokrasi. Ketimpangan Akses Teknologi Transformasi digital belum merata di seluruh wilayah, terutama di daerah terpencil, sehingga menghambat implementasi pemerintahan berbasis elektronik. Penerapan Good Governance bukan sekadar tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Prinsip-prinsip seperti transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi harus menjadi budaya bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan tata kelola pemerintahan yang baik, Indonesia dapat mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, adil, dan berintegritas bagi seluruh rakyatnya.


Selengkapnya
11101

Pengertian Kolusi , Bentuk Kolusi, dan Dampaknya bagi Masyarakat

Pengertian Kolusi Kolusi adalah kerja sama rahasia antara dua pihak atau lebih untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum, etika, atau norma sosial dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Istilah ini sering dikaitkan dengan praktik korupsi dan nepotisme, sehingga dikenal bersama dalam istilah KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Dalam konteks pemerintahan atau dunia bisnis, kolusi biasanya terjadi ketika pihak-pihak yang seharusnya bersaing atau bertindak independen justru bekerja sama secara tersembunyi demi keuntungan tertentu, seperti memenangkan tender, memanipulasi keputusan, atau menghindari aturan yang berlaku. Bentuk-Bentuk Kolusi Kolusi dapat terjadi di berbagai bidang kehidupan, baik dalam sektor publik maupun swasta. Beberapa bentuk kolusi yang umum dijumpai antara lain: Kolusi dalam Pengadaan Barang dan Jasa Terjadi ketika panitia lelang dan peserta tender bekerja sama untuk menentukan pemenang tender secara tidak fair. Akibatnya, proses pengadaan tidak transparan dan merugikan keuangan negara. Kolusi dalam Dunia Pendidikan Misalnya adanya kerja sama antara pihak sekolah dan orang tua murid untuk memanipulasi nilai, penerimaan siswa, atau penggunaan dana bantuan. Kolusi di Bidang Hukum Terjadi ketika aparat penegak hukum (hakim, jaksa, atau polisi) bersekongkol dengan pihak tertentu untuk mengubah hasil keputusan hukum demi kepentingan pribadi. Kolusi Politik Dalam dunia politik, kolusi bisa terjadi antara pejabat dan pengusaha untuk saling menguntungkan. Misalnya, pengusaha memberikan dana kampanye sebagai imbalan atas proyek pemerintah setelah pejabat tersebut terpilih. Kolusi dalam Dunia Bisnis Contohnya, beberapa perusahaan sejenis sepakat menetapkan harga yang sama untuk menghindari persaingan. Praktik ini merugikan konsumen dan melanggar prinsip pasar bebas. Dampak Kolusi bagi Masyarakat Kolusi menimbulkan berbagai dampak negatif yang luas, baik terhadap masyarakat, pemerintah, maupun perekonomian negara. Dampak-dampak tersebut antara lain: Menurunnya Kepercayaan Publik Ketika kolusi sering terjadi, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap institusi pemerintah, lembaga hukum, dan dunia usaha. Kerugian Keuangan Negara Kolusi dalam pengadaan barang dan jasa menyebabkan pemborosan anggaran karena proyek sering dikerjakan dengan kualitas rendah namun biaya tinggi. Tumbuhnya Ketidakadilan Sosial Kolusi membuat kesempatan tidak dibagikan secara adil. Orang yang tidak memiliki koneksi atau kekuasaan sering tersingkir, meskipun lebih layak. Menurunnya Kualitas Pembangunan Akibat kolusi, proyek-proyek publik seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum sering dibangun dengan mutu buruk sehingga cepat rusak dan tidak berfungsi optimal. Menghambat Pertumbuhan Ekonomi Iklim usaha menjadi tidak sehat karena persaingan tidak didasarkan pada kemampuan, tetapi pada hubungan dan kesepakatan tersembunyi. Upaya Mencegah Kolusi Untuk menekan praktik kolusi, diperlukan langkah-langkah nyata dari semua pihak, antara lain: Transparansi dalam pengambilan keputusan publik Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kolusi Peningkatan sistem pengawasan internal dan eksternal Pendidikan antikorupsi sejak dini Peran aktif masyarakat dan media dalam mengawasi pemerintah Kolusi adalah tindakan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak keadilan dan kepercayaan sosial. Jika dibiarkan, praktik ini dapat menghambat kemajuan bangsa dan memperlebar kesenjangan sosial. Oleh karena itu, setiap warga negara perlu berperan aktif dalam menolak dan melaporkan setiap bentuk kolusi demi terwujudnya pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas.


Selengkapnya
55

Sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Bimbingan Teknis Penggunaan Katalog Elektronik Versi 6

Wamena: Sekretaris KPU Kabupaten Yalimo mengikuti Rapat Koordinasi dalam rangka Sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Bimbingan Teknis Penggunaan Katalog Elektronik Versi 6. Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa 21 Oktober 2025. Rapat Sosialisasi ini dilaksanakan secara daring melalui link zoom Baca Juga: Rapat Kordinasi dan Launching Indeks Partisipasi Pilkada 2024, Jakarta 17-19 Oktober 2025.    


Selengkapnya
920

6 Asas Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia

Pemilu di Indonesia diselenggarakan berdasarkan asas-asas fundamental yang menjamin proses demokratis, adil, dan partisipatif. Enam asas ini tercantum dalam UUD 1945 dan berbagai undang-undang tentang pemilu. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa hak politik warga negara terlindungi dan hasil pemilu mencerminkan kehendak rakyat. Berikut penjelasan lengkap mengenai keenam asas pemilu di Indonesia: 1. Langsung Pemilih memberikan suaranya secara langsung tanpa perantara. Artinya, setiap warga negara yang memiliki hak pilih berpartisipasi sendiri dalam memilih calon atau partai politik. Tidak ada sistem perwakilan atau kuasa suara. Tujuannya: memastikan suara yang diberikan benar-benar berasal dari individu yang bersangkutan. 2. Umum Pemilu dapat diikuti oleh seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan tanpa diskriminasi. Hak memilih berlaku untuk semua, tanpa melihat latar belakang suku, agama, ras, jenis kelamin, status sosial, atau ekonomi. Persyaratan pemilih umumnya: WNI Berusia minimal 17 tahun atau sudah menikah Tidak sedang dicabut hak pilihnya 3. Bebas Pemilih memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan, intimidasi, atau paksaan dari pihak mana pun. Setiap orang berhak memilih sesuai hati nurani, baik soal partai, calon, maupun golongan. Asas ini menjamin: tidak ada intervensi dari aparat, keluarga, organisasi, atau kelompok tertentu. Baca Juga: Apa Itu Bawaslu? Simak Fungsi dan Peranannya Dalam Mengawasi Pemilu 4. Rahasia Pilihan pemilih tidak boleh diketahui oleh pihak lain. Proses pencoblosan dilakukan di bilik suara tertutup dan surat suara dilipat agar tidak terlihat. Tujuan utamanya: melindungi kerahasiaan pilihan dan mencegah intimidasi atau tekanan setelah mencoblos. 5. Jujur Seluruh pihak yang terlibat—baik penyelenggara, peserta, maupun pemilih harus melaksanakan pemilu secara jujur. Tidak boleh ada manipulasi suara, politik uang, data palsu, ataupun pelanggaran prosedur. Prinsip ini berlaku untuk: KPU dan jajarannya Pengawas pemilu Partai politik dan calon Aparatur negara Pemilih 6. Adil Setiap peserta pemilu mendapat perlakuan yang setara dan tidak diskriminatif. Hak dan kesempatan dalam kampanye, akses informasi, dan penghitungan suara harus diberikan secara proporsional dan tidak berat sebelah. Contoh penerapannya: Distribusi logistik pemilu yang merata Penyediaan waktu kampanye seimbang Penanganan pelanggaran secara objektif Keenam asas pemilu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (LUBER JURDIL) merupakan fondasi utama demokrasi di Indonesia. Dengan menerapkan asas ini secara konsisten, pemilu diharapkan dapat menghasilkan pemerintahan yang sah, berintegritas, dan mencerminkan suara rakyat.


Selengkapnya
952

Sejarah Pilkada Serentak di Indonesia dari Tahun ke Tahun

Sejarah Pilkada Serentak di Indonesia dari Tahun ke Tahun Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Indonesia awalnya dilaksanakan secara terpisah oleh masing-masing daerah. Namun, sejak adanya reformasi regulasi, Pilkada mulai diselenggarakan secara serentak untuk efisiensi, kepastian hukum, dan penguatan sistem demokrasi lokal. Berikut perjalanan Pilkada serentak dari waktu ke waktu. 1. Sebelum Pilkada Langsung (Pra-2005) Sebelum tahun 2005, kepala daerah tidak dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan dilakukan oleh DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah), sehingga pelaksanaannya tidak serentak dan bergantung pada masa jabatan kepala daerah masing-masing. 2. 2005: Awal Pilkada Langsung Pilkada langsung pertama kali dilaksanakan pada tahun 2005 berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004. Meski belum serentak, masyarakat untuk pertama kalinya memilih gubernur, bupati, dan wali kota secara langsung. Ciri utama masa ini: Jadwal pilkada berbeda antar daerah. Biaya cukup besar karena dilakukan bergelombang. Masa jabatan tetap lima tahun, mengikuti periode daerah masing-masing. 3. Lahirnya Konsep Pilkada Serentak Desakan efisiensi mendorong pembentukan regulasi baru. Puncaknya pada penerbitan: UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, yang mengatur penyelenggaraan Pilkada secara serentak secara bertahap. 4. Tahap Pertama Pilkada Serentak (2015) Pilkada serentak pertama dilaksanakan 9 Desember 2015, melibatkan: 9 provinsi 224 kabupaten 36 kota Total: 269 daerah Ini menjadi fondasi awal pelaksanaan Pilkada serentak modern. 5. Tahap Kedua Pilkada Serentak (2017) Digelar pada 15 Februari 2017 di: 7 provinsi 76 kabupaten 18 kota Total: 101 daerah Pada tahap ini, penyelarasan masa jabatan kepala daerah mulai diarahkan agar mendekati pemilu nasional. 6. Tahap Ketiga Pilkada Serentak (2018) Digelar 27 Juni 2018, melibatkan: 17 provinsi 115 kabupaten 39 kota Total: 171 daerah Ini menjadi pilkada serentak terbesar sebelum 2020. 7. Pilkada Serentak Nasional Pertama (2020) Rencananya digelar 2020 dan tetap jalan meski pandemi COVID-19, dengan penyesuaian protokol kesehatan ketat. Dilaksanakan pada 9 Desember 2020, meliputi: 9 provinsi 224 kabupaten 37 kota Total: 270 daerah Ini menjadi pengalaman baru penyelenggaraan pilkada dalam kondisi krisis kesehatan global. 8. Rencana Pilkada Serentak Nasional 2024 Untuk pertama kalinya, seluruh pilkada provinsi dan kabupaten/kota akan dilaksanakan secara serentak secara nasional pada 27 November 2024, setelah Pemilu Presiden dan Legislatif (14 Februari 2024). Seluruh jabatan kepala daerah hasil Pilkada sebelumnya, yang habis masa jabatannya pada 2022–2023, diisi oleh pejabat (Pj) kepala daerah hingga pelaksanaan Pilkada 2024. Baca Juga: Langkah-langkah Mendaftar Pengawas TPS: Syarat dan Dokumen Lengkap Mengapa Pilkada Diserentakkan? Ada beberapa alasan utama: Efisiensi anggaran Menurunkan beban biaya penyelenggaraan. Peningkatan kualitas demokrasi lokal Menguatkan partisipasi masyarakat. Pengawasan yang lebih optimal Memudahkan koordinasi antara KPU dan Bawaslu. Sinkronisasi masa jabatan Agar sejalan dengan siklus pemerintahan nasional. Perjalanan Pilkada serentak di Indonesia mencerminkan evolusi demokrasi lokal yang semakin terencana dan efisien. Dari pilkada terpisah hingga menuju penyelenggaraan nasional serentak, kebijakan ini diharapkan mampu memperkuat legitimasi kepala daerah dan meningkatkan stabilitas pemerintahan.


Selengkapnya
2994

Sistem Pemilu Proporsional: Apa Bedanya Model Tertutup dan Terbuka

Apa Itu Sistem Pemilu Proporsional Sistem pemilu proporsional adalah mekanisme pemilihan yang membagi kursi legislatif berdasarkan persentase suara yang diperoleh partai politik dalam suatu daerah pemilihan (dapil). Semakin besar suara partai, semakin banyak kursi yang didapat. Tujuan sistem ini adalah: Mewakili berbagai kelompok masyarakat secara lebih adil, Memberi kesempatan partai-partai kecil, Menghindari dominasi satu partai. Dari sistem ini lahir dua model pelaksanaannya: tertutup dan terbuka. 1. Sistem Proporsional Tertutup Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih memberikan suaranya langsung kepada partai politik, bukan calon legislatif (caleg). Ciri-Ciri Utama: Daftar caleg ditentukan dan diurutkan oleh partai. Kursi diberikan kepada caleg berdasarkan nomor urut, sesuai jumlah kursi yang diperoleh partai. Pemilih tidak bisa memilih individu, hanya lambang partai. Kelebihan: Memperkuat kedisiplinan internal partai. Mengurangi biaya politik dan kampanye individu. Memungkinkan kaderisasi dan regenerasi lebih terarah. Kekurangan: Calon yang tidak populer bisa terpilih hanya karena nomor urut. Minim ruang bagi masyarakat untuk memilih sosok yang mereka inginkan. Membuka peluang praktik transaksional dalam penentuan nomor urut. Baca Juga: Apa Saja Fungsi dan Peran DKPP ? 2. Sistem Proporsional Terbuka Dalam sistem ini, pemilih bisa memilih caleg secara langsung maupun memilih partai. Kursi partai dibagikan sesuai perolehan suara, tetapi penentuan siapa yang duduk di kursi legislatif ditentukan dari jumlah suara terbanyak yang diraih calon individu. Ciri-Ciri Utama: Pemilih dapat memilih nama caleg dan/atau partai. Kursi diberikan kepada caleg dengan suara terbanyak dari partainya. Nomor urut bukan penentu utama, hanya administratif. Kelebihan: Memberi ruang bagi tokoh yang dikenal masyarakat. Mendorong keterlibatan politik secara langsung. Memperkuat akuntabilitas wakil rakyat kepada pemilih. Kekurangan: Biaya kampanye individu lebih besar. Potensi politik uang lebih tinggi. Persaingan internal caleg dalam satu partai bisa meningkat. Perbandingan Singkat Aspek Proporsional Tertutup Proporsional Terbuka Fokus Suara Partai Calon dan/atau Partai Penentu Kursi Nomor urut dari partai Suara terbanyak caleg Peran Pemilih Pilih partai Pilih caleg/partai Kaderisasi Lebih kuat Tergantung popularitas individu Risiko Politik Uang Lebih kecil Lebih tinggi Perdebatan soal sistem tertutup dan terbuka masih sering terjadi di Indonesia. Sistem tertutup dianggap memperkuat partai, sementara sistem terbuka dianggap lebih demokratis karena memberi suara langsung kepada calon. Apa pun modelnya, prinsip utama yang harus dijaga adalah keterwakilan rakyat, keterbukaan, serta integritas dalam pemilu.


Selengkapnya