Mengapa Sistem Otoriter Berbahaya? Ini Penjelasan yang Mudah Dipahami
Dalam sejarah dunia, berbagai bentuk pemerintahan telah diterapkan oleh negara-negara dengan tujuan menciptakan stabilitas dan kesejahteraan. Namun, tidak semua sistem pemerintahan memberikan ruang bagi rakyat untuk berpartisipasi. Salah satu sistem yang sering menjadi perhatian adalah pemerintahan otoriter — bentuk pemerintahan di mana kekuasaan terpusat pada satu orang atau sekelompok kecil yang mengendalikan seluruh aspek kehidupan politik dan sosial.
Sistem ini kerap muncul dengan dalih menjaga ketertiban dan keamanan, tetapi dalam praktiknya justru mengancam kebebasan, keadilan, dan hak-hak warga negara.
Pengertian Pemerintahan Otoriter
Pemerintahan otoriter adalah sistem politik di mana kekuasaan mutlak berada di tangan seorang pemimpin atau kelompok elit yang tidak memberi ruang bagi rakyat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Dalam sistem ini, penguasa memiliki kontrol penuh terhadap lembaga negara, media, dan kebebasan masyarakat.
Pemerintah otoriter biasanya tidak memiliki mekanisme kontrol kekuasaan seperti pemisahan wewenang (trias politica) dan sering kali menolak kritik dengan alasan menjaga stabilitas nasional.
Contoh Pemerintahan Otoriter di Dunia dan Indonesia
1. Dunia
Beberapa contoh pemerintahan otoriter yang dikenal dalam sejarah dunia antara lain:
-
Adolf Hitler (Jerman, 1933–1945)
Memimpin dengan ideologi Nazi, menindas oposisi, membatasi media, dan melakukan kekerasan sistematis terhadap kelompok tertentu. -
Benito Mussolini (Italia, 1922–1943)
Mengendalikan penuh pemerintahan dan media dengan sistem fasisme, serta menekan kebebasan politik rakyat. -
Josef Stalin (Uni Soviet, 1924–1953)
Memerintah dengan tangan besi di bawah rezim komunis, menyingkirkan lawan politik, dan mengendalikan seluruh kehidupan sosial. -
Kim Jong Un (Korea Utara, sejak 2011)
Memimpin negara dengan sistem tertutup, tanpa kebebasan pers, pemilihan umum yang bebas, atau oposisi politik.
2. Indonesia
Indonesia juga pernah mengalami periode pemerintahan yang memiliki karakteristik otoriter, yaitu:
-
Masa Demokrasi Terpimpin (1959–1966) di bawah Presiden Soekarno.
Kekuasaan presiden sangat besar, partai politik dibatasi, dan banyak kebijakan ditentukan langsung oleh pemimpin tanpa proses demokratis. -
Masa Orde Baru (1966–1998) di bawah Presiden Soeharto.
Pemerintah menekankan stabilitas politik dan ekonomi, tetapi membatasi kebebasan berpendapat, mengontrol media, serta membatasi partisipasi politik rakyat dan oposisi.
Baca juga: Akuntabilitas dalam Pemerintahan dan Pemilu: Kenapa Penting?
Dampak Pemerintahan Otoriter terhadap Kebebasan dan Hak Warga Negara
Sistem otoriter membawa sejumlah dampak serius terhadap kehidupan masyarakat dan nilai-nilai demokrasi, antara lain:
-
Pembatasan Kebebasan Berpendapat
Warga negara tidak bebas menyampaikan kritik atau pandangan politik karena takut ditangkap atau dihukum. -
Kontrol Ketat terhadap Media dan Informasi
Pemerintah mengatur isi berita agar hanya menampilkan hal yang menguntungkan pihak penguasa, sementara suara rakyat dibungkam. -
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Penangkapan tanpa proses hukum, penghilangan paksa, dan penyiksaan kerap terjadi dalam rezim otoriter. -
Menurunnya Partisipasi Politik
Pemilu hanya formalitas, partai oposisi dilarang, dan rakyat tidak memiliki peran nyata dalam menentukan pemimpin. -
Munculnya Ketakutan dan Ketidakpercayaan Sosial
Warga menjadi takut untuk berpendapat atau berorganisasi, sehingga solidaritas masyarakat melemah.
Penyebab Munculnya Pemerintahan Otoriter
Beberapa faktor yang dapat memicu munculnya pemerintahan otoriter antara lain:
-
Krisis Politik dan Ekonomi
Dalam situasi krisis, masyarakat terkadang mendukung pemimpin kuat yang menjanjikan stabilitas cepat, meski dengan mengorbankan kebebasan. -
Kelemahan Sistem Demokrasi
Ketika lembaga demokrasi tidak berjalan efektif, seperti korupsi, politik uang, atau konflik antarlembaga dan ruang bagi otoritarianisme menjadi terbuka. -
Kurangnya Pendidikan Politik dan Kesadaran Rakyat
Rakyat yang apatis atau tidak memahami hak-haknya cenderung mudah dikendalikan oleh penguasa. -
Dominasi Militer atau Aparat Keamanan
Dalam beberapa kasus, kekuasaan militer yang terlalu kuat dapat menggeser peran sipil dan menimbulkan pemerintahan yang represif. -
Kultus terhadap Pemimpin
Ketika masyarakat menaruh kepercayaan berlebihan pada satu figur, kekuasaan bisa disalahgunakan tanpa ada mekanisme kontrol.
Mengapa Kita Harus Waspada terhadap Pemerintahan Otoriter
Sistem otoriter dapat muncul kembali dalam bentuk yang halus, bahkan di negara yang mengaku demokratis. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk waspada terhadap tanda-tanda kemunduran demokrasi, seperti pembatasan kritik, pengawasan berlebihan, atau intervensi politik terhadap lembaga independen.
Kita harus waspada karena:
-
Otoritarianisme merusak kepercayaan publik dan menghapus hak rakyat untuk ikut menentukan arah negara.
-
Kebebasan berpendapat dan hak politik bisa hilang tanpa disadari jika masyarakat tidak kritis.
-
Kekuatan tanpa kontrol cenderung melahirkan korupsi, penindasan, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Menjaga agar demokrasi tetap hidup bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab setiap warga negara untuk aktif berpartisipasi, mengawasi, dan mempertahankan nilai-nilai kebebasan serta keadilan.
Pemerintahan otoriter sering muncul dari situasi ketidakpastian dan lemahnya pengawasan terhadap kekuasaan. Meskipun tampak stabil di permukaan, sistem ini justru mengancam kebebasan dan hak-hak dasar manusia.
Sebagai bangsa yang menganut demokrasi Pancasila, kita harus terus memperkuat nilai-nilai partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas, agar kekuasaan selalu dijalankan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk mempertahankan kepentingan segelintir pihak.
Dengan kewaspadaan dan kesadaran bersama, kita dapat mencegah kembalinya praktik otoritarianisme di masa depan dan menjaga Indonesia tetap menjadi negara yang demokratis, berkeadilan, dan berdaulat.
Baca juga: Apa Itu Pemerintahan Otoriter? Ini Penjelasan Lengkapnya