Memahami Dasar Hukum Kejahatan Pemilu: Kenapa Kecurangan Bisa Dipenjara?

Wamena - halo Sobat Pemilih,Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses suci dalam demokrasi. Agar hasilnya benar-benar mencerminkan kehendak rakyat, semua kecurangan atau kejahatan harus dilarang. Pelarangan inilah yang diatur secara resmi dalam Dasar Hukum atau peraturan perundang-undangan.
Jadi, ketika seseorang melakukan "Tindak Pidana Pemilu," artinya dia melanggar aturan yang sudah tertulis di dalam undang-undang, dan karena itu, dia bisa diproses hukum.

1. Payung Hukum Utama: UU Pemilu

Dasar hukum utama yang mengatur segala hal tentang kejahatan Pemilu adalah:
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu 2017)
Undang-Undang inilah yang secara khusus memuat daftar panjang perbuatan apa saja yang masuk kategori kejahatan Pemilu, siapa pelakunya, dan apa ancaman hukumannya.
Kenapa UU ini Penting?
 * Asas Legalitas: Dalam hukum pidana (termasuk pidana Pemilu), berlaku asas nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang berarti "tidak ada kejahatan tanpa undang-undang yang mengaturnya." UU Pemilu 2017 adalah payung hukum yang menentukan bahwa perbuatan curang dalam Pemilu adalah tindak pidana.
 * Kumpulan Pasal Pidana: Buku Kelima, Bab I hingga Bab XXIX (Pasal 488 sampai Pasal 554) UU Pemilu 2017, secara khusus mengatur tentang Tindak Pidana Pemilu.

Baca Juga : Aturan Main PAW: Dari Mana Dasar Hukum Pergantian Anggota Dewan?

2. Pasal "Bintang Lima" yang Paling Sering Dilanggar

Dari puluhan pasal pidana dalam UU Pemilu, ada beberapa yang paling sering menjadi dasar untuk menjerat pelaku kecurangan:
Pasal Penting | Perbuatan yang Dilarang (Inti Kejahatan)
Pasal 515 = Politik Uang (Memberi atau menjanjikan uang/materi lain kepada pemilih agar memilih/tidak memilih peserta tertentu).
Pasal 493 = Pelanggaran Kampanye (Melakukan kampanye di tempat terlarang, seperti tempat ibadah, fasilitas pemerintah, atau tempat pendidikan). 
Pasal 532 = Kecurangan Petugas Pemilu (Petugas sengaja mengubah, merusak, atau menghilangkan hasil penghitungan suara/dokumen penting Pemilu).
Pasal 516 = Memilih Lebih dari Satu Kali (Setiap orang yang sengaja mencoblos lebih dari satu kali di TPS mana pun). 
Pasal 490 = Netralitas Pejabat (Pejabat negara/ASN/Kepala Desa yang sengaja membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta Pemilu). 
Pasal 510 = Menghalangi Hak Pilih (Sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya). 
Penting untuk Dicatat: Setiap pasal ini memiliki ancaman hukuman berupa penjara/kurungan dan denda yang berbeda-beda, sesuai dengan tingkat keseriusan kejahatan yang dilakukan.

3. Aturan Pelengkap Proses Hukum

Selain UU Pemilu sebagai sumber hukum materil (yang menentukan apa itu kejahatan), ada juga aturan hukum formil (yang menentukan bagaimana proses hukumnya berjalan):
 * Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP): Digunakan sebagai pedoman umum dalam penyelidikan, penyidikan, dan persidangan, kecuali ada aturan khusus di UU Pemilu.
 * Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) tentang Tindak Pidana Pemilu: Aturan tambahan yang dikeluarkan Mahkamah Agung untuk mengatur detail cara hakim memeriksa dan mengadili kasus pidana Pemilu. Ini diperlukan karena kasus Pemilu harus diputus dalam waktu yang sangat singkat (cepat).

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 169 Kali.